Sabtu, 29 November 2008

PROSPEK USAHA VULKANINGSIR BAN

Prospek industri ban di Indonesia dinilai sangat cerah, bukan mustahil jika suatu saat Indonesia menjadi pusat industri ban dunia. Terdapat sejumlah faktor pendukung, diantaranya negara kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang merupakan pendukung kebutuhan bahan baku industri ban, di samping potensi sumber daya manusia yang sangat besar Dari segi geografis dan penyebaran penduduk, Indonesia menyimpan potensi yang sangat besar pula. Dapat dibayangkan jika jalan-jalan yang menjadi urat nadi perekonomian telah dikembangkan, industri ban akan berkembang pesat sesuai dengan bertmabhanya kebutuhan transportasi.
Dewasa ini terdapat sekitar 9 perusahaan ban di Indonesia (3 diantaranya berstatus Penanaman Modal Asing /PMA) yang mengkhususkan diri pada produksi ban roda empat, dengan kapasitas produksi terpasang kurang lebih 90 juta ban/pertahun, berbagai jenis dan ukuran produksi.
Industri ban mungkin berjalan perlahan dalam perkembangannya, akan tetapi pasti, dan dengan pulihnya industri otomotif nasional sejalan dengan pemulihan ekonomi, industri ban pun turut menggerakan roda perekonomian nasional sekaligus memberi lapangan pekerjaan dan peluang bagi banyak orang.
Kendaraan bermotor khususnya kendaraan roda empat, di samping sebagai sarana yang sangat penting bagi kebutuhan transportasi dinilai masih sangat mahal untuk jengkauan daya beli masyarakat Indonesia, hal inipun berlaku untuk suku cadang, terutama yang rutinitas perlu terus untuk diganti apabila sudah tidak layak pakai (ban). Harga ban orisinil untuk sebagian besar masyarakat Indonesia dinilai masih cukup tinggi, terutama untuk kendaraan niaga (angkutan umum, angkutan barang dan kendaraan keluarga menengah ke bawah) yang mempunyai tingkat pemakaian cukup tinggi. Melihat peluang tersebut di Jawa Barat banyak perusahaan mewujudkan peluang bisnis sektor industri dan perdagangan ban terutama di spesifikasi ban vulkanisir, sebagai jawaban atas mahalnya harga ban orisinil.
Untuk mewujudkan peluang yang dimaksud di atas, terdapat beberapa kendala yang bisa dihadapi oleh usaha kecil menengah, di dalam meraih peluang usaha. Optimalisasi pendayagunaan sumber daya, khususnya sumber daya permodalan akan sangat membantu terciptanya ketangguhan usaha pada beberapa perusahaan produksi vulkanisir ban. Terlebih lagi apabila konsepsional potensi tersebut dapat diwujudkan dalam suatu design program yang konkret didukung oleh team work yang solid mulai dari awal produksi sampai pada akhir pemasaran dalam suatu manajemen usaha yang terorganisir.
Perusahaan produksi ban vulkanisir di Jawa Barat memiliki komitmen yang penuh untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya, baik pegawai maupun SDM agen-agennya termasuk toko-toko, kios-kios yang menjadi mitranya. Program peningkatan kemampuan SDM tersebut antara lain :
1.Pelatihan pengelola bagi agen, toko/kios perusahaan yang berkaitan dengan kemampuan dalam teknik penjualan barang;
2.Program pendamping dan pembina selama konsep waralaga perusahaan berjalan;
3.Forum pertemuan antar kantor cabang, agen-agen danm toko/kios dari perusahaan sebagai tempat saling tukar informasi dan pengalaman;
4.Forum pertemuan antar kantor cabang, agen-agen, toko/kios dan perusahaan untuk membahas kelancaran arus barang, kecenderungan harga, perubahan cara pembayaran jika ada kemajuan, pengembalian kredit serta prospek usaha eceran;
5.Peningkatan kemampuan manajerial kantor cabang, agen-agen serta pembinaan toko/kios pengecer.

Perusahaan produksi vulkanisir ban memiliki cara untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Kompensasi menurut Handoko, (2002:155) adalah “Segala sesuatu yang diterima para karyawan sebgai balas jasa untuk kerja mereka”. Tidak hanya karena pemberian kompensasi merupakan slah satu tugas yang peling kompleks, tetapi juga salah satu aspek yang paling berarti bagi karyawan maupun perusahaan produksi vulkanisir ban. Meskipun kompensasi harus mempunyai dasar logic, rasional dan dapat dipertahankan, hal ini menyangkut banyak faktor emosional dari sudut pandangan para karyawan.
Pengusaha produksi ban vulkanisir di Jawa Barat biasanya merancang dan mengadministrasikan kompensasi karyawan. Bila kompensasi diberikan secara benar, para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran masyarakat. Tingkat kompensasi absolute karyawan menentukan skala kehidupannya, sedangkan kompensasi relatif menunjukan status, martabat dan harga diri mereka. Oleh karena itu , bila karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja mereka bisa menurun.
Program-program kompensasi juga penting bagi perusahaan, karena mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. Di samping itu, kompensasi (dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya) sering merupakan komponen-komponen biaya yang paling besar dan penting. Bila pengupahan para karyawannya yang baik dan harus mengeluarkan biaya untuk menarik, menyeleksi, melatih dan mengembangkan penggantinya. Bahkan bila karyawan tidak ke luar, mereka mungkin jadi tidak puas terhadap perusahaan dan menurunkan produktivitas mereka.
Untuk dan pengembangan penting karena keduanya merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara pegawai dalam perusahaan industri ban vulkanisir dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitasnya

Read More......

Jumat, 28 November 2008

Peluang Kerja

Mungkin anda pernah mendengar bahkan melihat kemasan deterjen Rinso, Daia, Surf atau apalah yang dikemas dalam plastik dengan ukuran yang berbeda-beda mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Memang isinya bermanfaat bagi para ibu rumah tangga untuk mencuci pakaian atau apa yang dapat dicuci dengannya.
Namun sayang dari semua itu manfaat yang dapat diambil hanyalah isinya saja sedangkan bungkusnya menjadi sampah yang kalau dibiarkan akan menjadi bencana bagi manusia.
Bagi orang yang memiliki jiwa wirausaha, tentunya tidak akan tinggal diam. sampah dari limbah bungkus deterjen akan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat.
Mungkin anda pernah melihat atau memiliki tas dari kain? Kalau membuat tas dari kain mungkin Anda mesti membeli kain ke toko. Namun dengan memanfaatkan limbah dari bungkus deterjen, anda bisa merubah bahan untuk pembuatan tas tersebut.
Dengan merangkai-rangkaikan plastik dari bungkus deterjen maka bisa menghasilkan suatu tas yang bermanfaat. Untuk lebih jelasnya lagi Anda dapat simak di tabloid "Peluang Usaha".

Read More......

Rabu, 12 November 2008

PROSES PENDIDIKAN WIRAUSAHAWAN

Proses pendidikan tidak lepas dengan peroses pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi belajar siswa (Gagne dan Briggs, 1974). Dari batasan ini tampak bahwa proses dalam belajar dan pembelajaran sasaran utamanya adalah pada proses belajar sasaran didik atau siswaDemikian juga dalam Quantum Learning, maupun Revolusi Cara Belajar, dalam pendidikan harus mengutamakan belajar siswa secara aktif. Degeng (2001) juga mengatakan bahwa sasaran pendidikan adalah belajar siswa, bukan semata-mata pada hasil belajar siswa.

Dari berbagai pendapat di atas terlihat bahwa seharusnya dalam proses belajar dan pembelajaran yang memiliki peran aktif adalah siswa, bukan guru. Guru sebagai fasilitator berperan untuk menciptakan suasana dan lingkungan sekitar yang dapat menunjang belajar siswa sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhannya. Dengan kata lain, dalam berbagai referensi yang sekarang sedang ramai dibicarakan, adalah proses pembejaran individual, atau individual learning. Mengapa demikian? Siswa memiliki minat, bakat, dan kebutuhan yang berbeda. Sudah sehrusnya faktor ini diperhatikan dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, model pembelajaran klasikal sudah tidak cocok lagi. Pembelajaran harus terfokus pada belajar individual cocok (Porter dan Hernacki, 2002; Dreden dan Vos, 2001). Demikian pula dalam pendidikan binis belajar individual perlu dilaksanakan. Dalam pendidikan wirausahawan ada beberapa langkah penting yang perlu untuk dilakukan :

Mengetahui Minat, Motivasi, dan Tujuan Belajar Siswa

Seperti di atas telah disinggung, bahwa dalam proses pendidikan kita harus memiliki pengertian bahwa kita melayani keinginan dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, dalam proses belajar-pembelajaran harus memiliki karakteristik untuk melayani keinginan dan kebutuhan siswa, bukan transformasi pengetahuan menurut selera sekolah maupun pendidik. Jika materi yang dipelajari siswa relevan dengan minat, motivasi, dan tujuan belajar mereka, maka akan dapat menumbuhkan gairah belajar, kreativitas berfikir, dan karya siswa. Meskipun hasil belajar bukan merupakan sasaran utama pendidikan seperti yang dikatakan Degeng, sudah seharusnya bahwa keberhasilan belajar diketahui. Oleh karena itu, sasaran dari langkah pertama adalah hasil belajar siswa, yakni dapat menjadi pribadi yang mereka inginkan.


Mengetahui Kesiapan Siswa Baik Mental dan Pengetahuan
Kesiapan di sini perlu diketahui untuk dasar penentuan strategi maupun material yang bobot dan relevansinya sesuai dengan kesiapan yang ada pada diri siswa. Dengan demikian, kita dapat memberikan dorongan dan rangsangan belajar sesuai dengan potensi yang ada di dalam diri siswa. Menurut konsepsi ini, seharusnya penyelesaian pendidikan oleh setiap individu siswa tidak selalu dapat bersamaan, tergantung pada kemampuan dan kesungguhan belajar mereka.


Mengetahui Bakat Siswa

Bakat perlu diketahui. Anak berbakat menurut Utami Munandar adalah mereka yang diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan yang unggul (Munandar, 1999). Bakat seseorang amat bervariasi, oleh karena itu perlu dicari agar dapat dikembangkan dan bermanfaat dalam kehidupan. Dengan mengawinkan bakat dan pengetahuan yang akan dipelajari siswa, akan lebih mendorong siswa untuk belajar lebih giat sehingga optimasi hasil belajar siswa dapat dicapai. Selanjutnya, pengetahuan tentang minat, motivasi atau tujuan belajar, bakat, dan kesiapan siswa sangat membantu pendidik untuk merancang materi dan strategi belajar dan pembejaran. Gambar 3 di bawah, terlihat bagaimana guru dalam merancang materi dan strategi belajar dan pembelajaran perlu memperhatikan minat, tujuan belajar, motivasi, bakat, dan kesiapan siswa.

Sebagai catatan tambahan, jika minat, motivasi, tujuan belajar, dan kemampuan siswa diketahui secara individual, dimungkinkan diciptakan kelas yang homogin. Pendiptaan kelas homogin ini penting untuk memudahkan penciptaan suasana, prasarana, dan perlakuan dalam proses belajar-pembalajaran. Akan tetapi, jika kelas heterogin akan menimbulkan sedikit kendala dalam proses belajar-pembelajaran.

Menentukan Strategi Belajar dan Pembelajaran

Penentuan strategi pembelajaran, jika kita sepakat dengan asumsi bahwa potensi, kebutuhan, dan minat belajar setiap individu berbeda, maka strategi yang tepat adalah mengutamakan pada belajar mandiri, meskipun model tutorial yang juga dibutuhkan. Tutorial dibutuhkan hanya untuk memberikan kerangka dasar pemikiran dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan siswa. Selanjutnya, penggunaan metode inkuri dan discoveri, serta pemecahan masalah lebih diutamakan. Hal ini dapat untuk menumbuhkan sikap ulet, tekun, terbiasa mencari solusi, berani mengambil risiko, mengetahui dunia nayta yang serba tidak menentu, terbiasa menghadapi perubahan dan menemukan peluang dari perubahan tersebut, dan sebagainya, yang kesemuanya dibutuhkan bagi seorang wirausahawan. Dengan demikian model pembelajaran yang ditawarkan dalam makalah ini, bahwa siswa lebih banyak dihadapkan pada permasalahan baik teoritis maupun faktual agar mereka mencari solusi yang paling meskipun risiko cukup besar. Risiko yang besar sering memberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Kiat-kiat hidup semacam ini yang harus ditanamkan kepada sasaran didik untuk menumbuhkan sikap positif terhadap wirausahawan. Model ini jika dibuat gambar tampak seperti gambar 3 di bawah.
Pada gambar 3 di bawah, menunjukan bagaimana interkasi belajar dan pembelaran berlangsung.
Keterangan: Guru dan siswa harus ada kesepakatan terlebih dahulu mengenai keinginan, minat, motivasi, sekolah siswa dan bakat yang ada pada diri siswa. Berdasarkan kesepakatan ini, selanjutnya guru merumuskan pengalaman belajar apa yang seharusnya ada pada diri siswa, material yang harus dipelajari, strtegi pembelajaran yang menumbuhkan gairah belajar siswa.

Dapat terlihat, bahwa harus mampu mencari meteri belajar yang berupa masalah, baik teoritis maupun faktual, untuk dipecahkan oleh siswa. Tugas guru lebih banyak sebagai fasilitator (mentor), mengawasi, dan mengarahkan belajar siswa. Pembahasan permasalahan harus diarahkan kepada pengambilan keputusan yang berupa solusi masalah, kesimpulan dan langkah yang harus diambil. Dengan cara demikian pengalaman belajar siswa lebih banyak manfaat bagi pemenuhan minat, dan kebutuhan belajar mereka. Suatu hal yang perlu diketahui, bahwa semua permasalahan yang dihadapkan kepada siswa harus dapat menumbuhkan ciri-ciri wirausahawan dalam diri dan operilaku kognisi mereka. Harapan yang ingin dicapai adalah: pengetahuan siswa mendalam, pengetahuan siswa ada manfaatnya bagi hidup, menumbuhkan keyakinan dan percaya diri, mampu melihat permsalahan kini dan masa depan, mampu melihat peluang-peluang yang dapat mereka manfaatkan, mampu menciptakan hal-hal yang baru. Tujuan akhir dari harapan ini adalah membentuk sikap positif terhadap entrepeneur.
Dalam proses belajar dan pembelajaran, Harus banyak menekankan pada proses belajar mandiri. Tujuan belajar mandiri, setidak-tidaknya berfungsi untuk: menumbuhkan kreativitas berfikir, menumbuhkan kepercayaan diri, memberi keterampilan memecahkan permasalahan dan mengambil keputusan, membiasakan menemukan peluang pada masa depan, meskipun penuh ketidak pastian, menumbuhkan jiwa inovatif, menumbuhkan sikap berani menanggung risiko. Keseluruhan watak pribadi ini harus ada dalam diri siswa. Watak-watak tersebut yang dibutuhkan untuk menumbuhkan seorang wirausahawan (perhatikan ciri wirausahawan yang diungkap di atas).

Keterangan : Interaksi dalam proses belajar dan pembelajaran terjadi secara timbal balik. Interkasi ini diarahkan untuk memecahkan permasalahan baik teoritis maupun prkatis, yang kemudian diambil kesimpulan serta penentuan langkah yang perlu diambil. Proses pemecahan masalah dapat pula dilakukan siswa secara individual.

Selanjutnya model belajar yang diharapkan dalam proses belajar dan pembelajaran di atas dapat diperiksa visualisasi gambar 5 di bawah. Pada gambar lima terlihat bahwa sumber permasalahan yang dihadapkan siswa berupa pengetahuan teoritis, pengamatan bisnis praktis, dan praktek berbisnis. Masalah yang didapat siswa atau yang diberikan guru, harus dipecahkan, dicarikan solusinya, dan dicari kemungkinan peluang yang dapat dimanfaatkan. Pemecahan masalah dapat dilakukan sendiri oleh siswa, diskusi dengan siswa lain, atau bersama-sama guru. Kesemua keputusan hasil diskusi selalu diarahkan kepada persoalan praktis bisnis, dan penumbuhan ciri-ciri serta tujuan pendidikan wirausahawan seperti yang disebutkan di atas. Dalam berbegai hasil penelitian, bahwa keputusan yang diambil siswa sebaiknya beragam untuk mendapatkan pengalaman belajar yang bervariasi dan padat, serta memperoleh keputusan yang paling tepat diantara alternatif yang mereka kemukan.

Read More......

Minggu, 09 November 2008

MEMILIHA TEMPAT USAHA

Jika anda berniat membuka usaha, agar memperhatikan yang namanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Karena banyak kasus yang membuat pengusaha menjadi molor dalam membuka usaha dikarenakan tidak lolos perijinannya. Yang lebih mengenaskan lagi jika bangunan tempat belanja masyarakat itu sudah jadi, baru mengurus ijin, dan ternyata tidak disetujui, dan terpaksa harus dibongkar bangunan tempat usaha tersebut.Seberapa pentingkah amdal ini? Untuk dikota-kota kecil mungkin belum begitu terasa, tetapi untuk ke depannya tentu akan mengganggu sekali, terutama dengan lalu lintas yang semakin padat.

Sebelum membuka usaha kita memang harus tahu apakah bangunan yang kita pakai sudah lolos ijin amdal, IMB, dan tentunya juga HO. Jangan mentang-mentang pusat perbelanjaan kita dibutakan dengan hal-hal lain yang sebenarnya lebih prinsip. Misalnya di pusat shopping mall. Karena banyak mall, sistem pengairan menjadi terganggu juga. Supaya tidak terjadi kejadian yang tidak kita inginkan, yang pada akhirnya berimbas pada usaha yang kita jalankan. Tapi tidak semua pusat perbelanjaan seperti mall seperti itu. Salah satu mall yang menjadi pusat tempat belanja adalah Depok Town Square.

Read More......

Minggu, 19 Oktober 2008

SIKAP DAN PERILAKU WIRAUSAHA

Banyak sosiolog dan psikolog memberi batasan bahwa sikap merupakan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk mendekat atau menghindar, posotitif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya (Howard dan Kendler, 1974; Gerungan, 2000). Gagne (1974) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tidakan individu terhadap beberapa obyek, pribadi, dan peristiwa. Masih banyak lagi definisi sikap yang lain, sebenarnya agak berlainan, akan tetapi keragaman pengertian tersebut disebabkan oleh sudut pandang dari penulis yang berbeda. Namun demikian, jika dicermati hampir semua batasan sikap memiliki kesamaan padang, bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam dari manusia. Keadaan internal tersebut berupa keyakinan yang diperoleh dari proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana pendapat Piaget’s tentang proses perkembangan kognitif manusia (Wadworth, 1971). Keyakinan diri inilah yang mempengaruhi respon pribadi terhadap obyek dan lingkungan sosialnya. Jika kita yakin bahwa mencuri adalah perbuatan tercela, maka ada kecenderungan dalam diri kita untuk menghindar dari perbuatan mencuri atau menghidar terhadap lingkungan pencuri. Jika seseorang meyakini bahwa dermawan itu baik, maka mereka merespon positif terhadap para dermawan, dan bahkan mungkin ia akan menjadi dermawan.

Sekilas, di atas terlihat bahwa antara sikap dan perilaku ada kesamaan. Oleh karena itu, psikolog sosial, seperti Morgan dan King, Howard dan Kendler, serta Krech dkk., mengatakan bahwa antara sikap dan perilaku adalah konsisten. Apakah selalu bahwa sikap konsisten dengan perilaku? Seharusnya, sikap adalah konsisten dengan perilaku, akan tetapi karena banyaknya faktor yang mempengaruhi perilaku, maka dapat juga sikap tidak konsisten dengan perilaku. Dalam keadaan yang demikian terjadi adanya desonansi nilai.
Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard dan Kendler, Krech, Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku adalah beragam, di antaranya pendidikan, nilai dan budaya masyarakat, politik, dan sebagainya. Sedang faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang berupa karunia pencipta alam semesta yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua faktor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Jika kita ingin menumbuhkan sikap, kita harus memadukan faktor bawaan berupa bakat dan faktor lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hukum konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan, tanpa mengorbankan satu faktorpun (Syah, 2002).
Jika seorang pendidik menginginkan menumbuhkan sikap sasaran didik, seharusnya mengetahui bakat yang ada pada sasaran didik, keinginan sasaran didik, nilai dan pengetahuan yang seharusnya didapat sasaran didik, serta lingkungan lain yang kondusif bagi penumbuhan sikap mereka, termasuk lingkungan politik. Keadaan ini sulit dilakukan, tetapi harus diusahakan. Jika kita ingin pendidikan berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat, maka kita tidak boleh diam. Apapun hasilnya, pendidik harus berusaha melakukan inovasi proses pendidikan. Perlu disadari, bahwa segala sesuatu membutuhkan proses yang cukup panjang untuk mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana diketahui oleh umum, bahwa sistem pendidikan kita masih bersandar pada prinsip, teori, dan konsep behavioristik. Konsep dan teori terbut jika diaplikasikan dalam pendididikan kejuruan dan profesi, sudah tidak relevan lagi. Model pendidikan klasikal, seperti yang sekarang ini banyak diterapkan, berangkat dari konsep behavioristik, sulit untuk menumbuhkan sikap wirausaha. Pada masa pembangunan, seperti terjadi di negara kita pada saat ini, sangat membutuhkan tenaga wirausahawan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, manakala kita masih mempertahankan model pendidikan behavioristik, kami yakin bahwa tidak akan mampu menumbuhkan wirausahawan yang menjadi pelaku pembangunan ekonomi nasional yang handal. Dengan demikian, perubahan sistem dan model pendidikan, khususnya dalam pendidikan bisnis, perlu dilakukan. Terutama mengarah pada pembelajaran kewirausahaan.


Komponen Sikap
Secara umum, dalam berbagai referensi, sikap memiliki 3 komponen yakni: kognitif, afektif, dan kecenderungan tindakan (Morgan dan King, 1975; Krech dan Ballacy, 1963, Howard dan Kendler 1974, Gerungan, 2000). Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek atau subyek. Informasi yang masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis, dan evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasi atau diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada di dalam otak manusia1. Nilai - nilai baru yang diyakini benar, baik, indah, dan sebagainya, pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan (emosi) individu terhadap obyek atau subyek, yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Sedang komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keyakinan dan keinginannya. Sikap seseorang terhadap suatu obyek atau subyek dapat positif atau negatif. Manifestasikan sikap terlihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subyek.
Komponen sikap berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antar komponen sikap dapat diperiksa pada gambar 1 di bawah. Pada gambar tersebut secara bersama-sama komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak menumbuhkan sikap individu. Dari manapun kita memulai dalam analisis sikap, ketiga komponen tersebut tetap dalam ikatan satu sistem. Sikap individu sangat erat kaitannya dengan perilaku mereka. Jika faktor sikap telah mempengaruhi ataupun menumbuhkan sikap seseorang, maka antara sikap dan perilaku adalah konsisten, sebagaimana yang dikemukan oleh Krech dan Ballacy, Morgan King, dan Howard.

Keterangan: komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap pribadi

Sikap seseorang seharusnya konsisten dengan perilaku. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya norma, politik, budaya, dan sebagainya. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa pendidikan bukan semata-mata tanggung jawab lembaga pendidikan. Seluruh masyarakat dan intansi terkait harus menunjang pelaksanaan pendidikan. Pendidikan haruslah diletakan pada kondisi dan situasi yang benar-benar kondusif bagi jalannya proses pendidikan. Dengan cara demikianlah, sebenarnya secara teoritis dan konseptual, tujuan pendidikan tercapai. Sebaliknya, jika masyarakat dan seluruh instansi politik dan pemerintahan tidak mernunjang, maka pendidikan akan mengalami kegagalan. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan merupakan tanggung jawab seluruh warga bangsa, dan harus ditunjang oleh komitmen politis dari seluruh warga bangsa-bangsa.

Keterangan: Ketiga komponen kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak secara bersama- sama membentuk sikap. Sikap secara konsisten mempengaruhi perilaku. Oleh karena itu, sikap seharusnya konsisten mempengaruhi perilaku.Jika antara sikap tidak konsisten dengan perilaku, maka terdapat sistem eksternal yang ikut mempengaruhi konsistensi antara sikap dan perilaku.

Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial (Gerungan, 2000). Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap obyek sosial, dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat. Sedang sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seregaman sikap terhadap suatu obyek. Dalam konteks pemahasan ini, sikap yang dimaksud adalah sikap individual, mengingat pendidikan yang dihabahas dalam kajian ini menyangkut proses pendidikan secara individual, mengingat keinginan, kebutuhan, kemampuan, motivasi, sasaran didik sangat beragam. Untuk kajian lebih lanjut, periksa pada bahasan proses pendidikan bisnis di bawah.

Sejalan dengan pengertian sikap yang dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa: 1) sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan obyek tertentu, 2) sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar, 3) sikap selalu berhubungan dengan obyek, sehingga tidak berdiri sendiri, 4) sikap dapat berhubungan dengan satu obyek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet obyek sejenis, 5) sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi (Gerungan, 2000). Mengetahui karakter sikap semacam ini sangat penting manakala kita akan membahas sikap secara cermat. Dari sifat ini dapat diketahui bahwa sikap dapat ditumbungkan dan dikembangkan, melalui proses pembelajaran siswa yang sesuai dengan motivasi, dan keinginan mereka. Demikian juga, sikap harus diarahkan pada suatu obyek tertentu, sehingga memudahkan mengarahkan belajar siswa pada sasaran belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya.

Menumbuhkan dan Mengembangkan Sikap
Bagaiman sikap dapat ditumbuhkan? Seperti di atas dijelaskan, bahwa sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses tranfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom, serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap (Munandar, 1999). Namun demikian, tingkatan kognisi yang rendah mungkin saja dapat mempengaruhi sikap, tetapi sangat lemah pengaruhnya dan sikap cenderung labil. Kami yakin, bahwa proses kognisi yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap secara signifikan, sejalan dengan taksonomi kognisi Bloom, adalah pada taraf analisis, sintesis, dan evaluasi. Pada taraf inilah memungkinkan sasaran didik memperoleh nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkan keyakinan yang merupakan kunci utama untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap. Melalui proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, pengalaman, dan nilai ke dalam otak sasaran didik, seperti pendapat Pieget, pada gilirannya akan menjadi referensi dalam menanggapi obyek atau subyek di lingkungannya.

Pertanyaan yang muncul, apakah semua informasi dapat mempengaruhi sikap? Tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan (Morgan dan King, 1974; Howard, 1975). Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut akan didapat siswa sendiri melalui proses belajar. Seperti di atas telah disebutkan, bahwa untuk dapat memberikan pesan yang persuasif kepada sasaran didik haruslah dibawa pada obyek telaah melalui proses penganalisaan, pensintesisan, serta penilaian, yang dilakukan sasaran didik untuk memperoleh keyakinan. Langkah ini akan dapat berhasil manakala dilaksanaan secara individual, dan dibawa ke model belajar sambil bekerja yang selaras dengan motivasi, minat dan bakat sasaran didik. Dengan demikian, proses belajar-mengajar klasikal, misalkan dengan ceramah, efektivitas dalam menumbuhkan sikap perlu dipertanyakan.
Sumber informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan sikap. Di samping informasi dari buku teks, mungkin juga dari fakta empirik, guru atau pendidik juga merupakan sumber belajar. Kualitas sumber informasi sangat berpengaruh pada penumbuhan keyakinan siswa. Karena itu kualitas informasi sangat menentukan perolehan pengalaman yang memandai, yang dibutuhkan untuk mengembangkan cakrawala pandang. Demikian juga fakta empirik, harus diberikan. Fakta empirik merupakan informasi sekaligus bahan belajar yang sangat berharga yang dapat dipelajari, dianalisis oleh siswa untuk memperoleh pengalaman dan untuk menambah keyakinan mereka. Di samping itu, guru juga memiliki peranan yang kuat dalam menumbuhkan sikap, karena gurulah yang berkomunikasi langsung dan sekaligus merupakan preferensi bagi siswa. Oleh karena itu, kualitas guru, baik dilihat dari kemampuan, keluasan wawasan, pengusaaan pengetahuan teoritis dan praktis diperlukan. Di sinilah peran guru sebagai fasilitator, inovator, motivator, dapat dimainkan. Dengan demikian, dalam model belajar yang diharapkan di sini membutuhkan keragaman sumber informasi. Dengan sumber informasi yang beragam siswa dapat menentukan pilihan yang sesuai dengan minat, motivasi, serta bakat mereka. Dengan cara inilah, siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan dan informasi yang akan mereka gunakan untuk penganalisaan situasi dan fakta untuk mendapatkan nilai-nilai yang bermanfaat bagi hidupnya.

Selanjutnya, tentang media, bahwa tidak setiap media informasi dapat mempengaruhi sikap siswa. Karena itu adalah mutlak bagi guru untuk mencari buku teks maupun sejenisnya yang dapat mempengaruhi keyakinan siswa. Banyak buku teks yang isinya terlihat diam dan menjemukan. Tidak menumbuhkan gairah keingin tahuan, dan tidak dapat mempersuai pembaca. Isi buku teks hanyalah suatu onggokan konsep dan teori yang boleh dikata, kurang ada manfaatnya bagi hidup. Oleh karena itu, media informasi haruslah di cari oleh guru yang benar-benar bisa menumbuhkan gairah keingin tahuan siswa dan bersifat persuasif. Dengan demikian, di samping buku teks, media informasi lain harus dicari. Banyak buku-buku fiksi, biografi (misalkan cash-flow Quadrant, chicken shop, Business Combat), ceritera persaingan Pepsi-Colla dengan Coca-Colla, Raja Komputer AS Bill Gates, bagaimana perusahaan multinasional dapat mempengaruhi perekonomian dunia, dan sebagainya. Mungkin juga hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan dalam internet, jurnal ilmiah, dan sebagainya dapat dimanfaatkan. Kreativitas guru dalam menumbuhkan keyakinanan siswa sehingga sikap dapat dibentuk seperti yang harapan siswa sangatlah dibutuhkan, terlebih-lebih lagi jika dikaitkan dengan usaha untuk menumbuhkan motivasi dan keinginan yang kuat untuk berkembang, ulet, berani mengambil risiko, selalu mengansipasi perubahan, dan sebagainya. Orientasi guru tidak lagi berorientasi pada apa yang diharapkan guru, penumpukan konsep dan materi yang berlebihan yang tidak ada manfaatnya bagi hidup, tetapi harus beorientasi pada apa yang siswa harapkan dan pengetahuan yang benar-benar bermanfaat bagi hidup siswa pada masa mendatang. Dengan cara inilah kemungkinan besar pendidikan dapat membawa ouputnya yang benar-benar memiliki keunggulan, inovatif, jika terjun dalam dunia kerja.
Kapan Sikap Ditumbuhkan

Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek. Periode kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun (Sear dalam Morgan dan King, 1974). Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik. Selanjutnya, di luar bangku sekolah, sikap akan dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan.
Lebih lanjut Sear mengatakan, bahwa setelah usia 30 tahun sikap relatif permanen sehingga sulit berubah (dalam Morgan dan King, 1974). Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap dasar di sekolah, mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada pada SLTP sampai dengan PT. Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung sebagai pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak menyia-nyiakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi bangsa dan negara.

Kendala Menumbuhkan Sikap

Kendala penumbuhan sikap terjadi ketika ada benturan nilai yang diyakini seseorang dengan nilai yang berkembang di masyarakat. Semua institusi dalam masyarakat harus dapat menunjang pendidikan. Artinya, masyarakat secara menyeluruh harus memberikan dukungan terhadap proses pendidikan bisnis. Akan tetapi, dalam kenyataannya, di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pendidikan bisnis mungkin mengalami hambatan sosio-budaya, seperti yang dikemukan oleh Jinghan (1999). Bahkan banyak ahli ekonomi yang mengatakan bahwa di negara sedang berkembang memiliki ciri yang mendua, di samping menganut faham ekonomi liberal juga menganut faham sosial (ekonomi campuran). Sifat mendua inilah yang merupakan kedala bagi kemajuan ekonomi negara dunia ketiga (Todaro, 1997; Jinghan, 1999). Mungkin sifat mendua inilah yang merupakan salah satu kendala bagi penumbuhan sikap wirausaha di Indonesia.
Nilai sosio-budaya feodal yang diwarisi dari penjajahan Belanda sangat kita rasakan pengaruhnya pada orang tua dan senior kita. Mereka sangat menyukai kemapanan dan alergi terhadap perubahan. Mereka lupa bahwa tanpa perubahan tidak akan ada perkembangan. Semuanya akan terlihat statis. Kondisi semacam ini telah diungkap oleh Todaro bahwa budaya dari penjajahan negara-negara Eropa sangat mempengaruhi pembangunan di negara dunia ke tiga, termasuk Indonesia (Todaro, 1977). Keinginan orang tua agar anak menjadi pegawai negeri merupakan bukti konkrit bahwa budaya feodal yang merupakan warisan dari penjajah sebagai suatu kendala perkembangan bangsa kita. Mungkin saja anak memiliki jiwa dan sikap positif terhadap wirausaha, akan tetapi mungkin mengalami benturan nilai dengan orang tua, sehingga anak terpaksa menjadi pengawai negeri.

Read More......